Ambiguitas merupakan permasalahan makna yang umum dalam menyimak (dan membaca). Ambiguitas adalah permasalahan yang dihadapi oleh seluruh penutur bahasa di dunia. Barangkali dapat dihipotesiskan bahwa, nyaris tidak ada kalimat yang sama sekali bebas dari tafsir ganda. Selalu ada kemungkinan tafsir ganda dalam kalimat yang dibuat penutur. Dalam percakapan sehari-sehari, misalnya, seseorang tidak akan berpikir apakah kalimat yang diucapkannya memiliki potensi untuk ditafsirkan oleh pendengar secara berbeda dari yang seharusnya. Dia hanya akan berucap sesuai keinginan dan kebutuhan, menggunakan kalimat yang telah biasa diucapkan. Kalimat dalam komentar facebook berikut memiliki tafsir ganda dan berpotensi memancing salah paham, “Kita harus berhati-hati terhadap FB, makanya saya tidak pernah upload macam-macam di FB” atau sms mahasiswa berikut, “Saya membawa buku sosiolinguistik ibu yang baru ya?” Kalimat pertama ambigu karena tidak jelas yang dituju apakah berhati-hati terhadap facebook atau terhadap penggunanya. Klausa kedua bahkan ditafsirkan jika banyak orang upload macam-macam di FB. Sesuai dugaan, yang membuat status tersebut menyinggung perasaan pembaca adalah karena pembaca karena merasa disindir telah mengupload hal-hal yang tidak pada tempatnya (tafsir dari kata ulang macam-macam). Kalimat kedua ambigu karena orang menduga, apakah yang baru itu buku ataukah ibu. Dalam bahasa tulis, kita dapat menggunakan tanda hubung untuk menentukan frase yang dimaksud, tetapi dalam bahasa lisan, tidaklah demikian.
Lalu, apakah ambiguitas itu? Ambiguitas ‘ambiguty” adalah sinonim ketaksaan, mengacu pada satuan lingual yang memiliki makna lebih dari satu sehingga kadang-kadang menimbulkan keragu-raguan, kekaburan dan ketidakjelasan tafsir, serta salah pengertian (lihat kbbi.web.id). Stanford encyclopedia of phylosophy (Zalta, 2016) menambahkan “… ambiguitas telah menjadi salah satu sumber frustrasi, membuat bingung banyak orang, tetapi menjadi ‘hiburan’ bagi para filsuf, penyusun kamus, ahli bahasa, ilmuwan kognitif, teori sastra dan kritik, penulis, penyair, orator dan penafsir tanda…” Hal ini berarti, ambiguitas mengacu pada simbol yang memiliki makna ganda, fungsi ganda, bahkan maksud ganda.
Ambiguitas memiliki daya tarik dan daya agitasi. Oleh karena dayanya inilah ambiguitas dimanfaatkan di dunia periklanan. Lebih dari itu, ambiguitas bahkan digunakan untuk menggiring opini masyarakat, sebagaimana dilakukan para filsuf, seniman, dan pembuat iklan. Dunia periklanan melihat dunia ini sebagai permainan ambiguitas yang menarik. Mereka menggiring selera penikmatnya dan menjadikan ambiguitas sebagai instrumen perangkap bagi para konsumen.
Bukan hanya filsuf dan pelaku dunia periklanan, seniman humor dan penyair pun menggunakan ambiguitas sebagai senjata memikat penikmatnya. Humor “jorok”, misalnya, menggunakan kata-kata yang bermakna ganda yang secara sengaja diarahkan ke objek tertentu. Kelucuan terjadi karena pendengar terjebak dalam tafsir “jorok atau porno” dan pelawak menunjukkan bahwa imajinasi pendengar keliru. Tawa pun meledak karena pelawak merasa menang.
Ambiguitas kadang digunakan untuk menghindari kebohongan (dalam iklan) dan digunakan untuk menjaga kesopanan (dalam studi etnografi). Misalnya, dalam kalimat ‘Bisakah kamu membuka pintu?’ terdapat dua makna. Pertama adalah menanyakan kemampuan seseorang dalam membuka pintu. Kedua, meminta seseorang untuk membukakan pintu. Dalam konteks umum, makna kedualah yang sering digunakan, kecuali jika si pembicara sedang berbicara kepada anak kecil atau seseorang yang kemampuannya membuka pintu diragukan. Makna kedua itulah kesopanan.
Selanjutnya adalah bagaimana ambiguitas diproses secara psikolinguistik. Jawabnya tergantung sumber ambiguitas. Apakah seseorang memproses semua satuan lingual, ataukah sebagian, ataukah menafsirkan semua kemudian kembali ke sumber satuan lingual? Observasi menunjukkan bahwa ambiguitas terkait dengan pilihan makna yang membingungkan dalam sejenak hingga jangka waktu tertentu. Pengolahan ambiguitas dalam waktu tersebut mungkin menggunakan hipotesis jamak, mungkin pula menggunakan hipotesis tunggal.
Ambiguitas diproses dengan dua cara pemaknaan, yakni pemaknaan tunggal dan pemaknaan ganda. Pemaknaan tunggal berarti bahwa dalam suatu waktu, hanya ada satu pemaknaan (yang dimiliki satuan-satuan lingual ambigu). Pemaknaan tersebut dilakukan di memori kerja dan dijadikan referensi ketika analisis kalimat atau analisis wacana dilakukan. Pemaknaan jamak berarti ada dua pemaknaan dalam satuan lingual ambigu. Pemaknaan jamak mungkin bersifat separatif, mungkin bersifat kompetitif. Pemaknaan jamak separatif berarti dua makna yang muncul diproses secara terpisah dan tidak saling berinteraksi. Pemaknaan jamak kompetitif berarti dua makna yang muncul diproses secara bersamaan, saling berkompetisi, dan akhirnya dipilih salah satu (lihat Kess dan Hoppe, 1981: 44).
Ambiguitas dikategorikan ke dalam tiga level, yaitu level leksikal (lexical level), level sintaksis (syntactic level) (Kess dan Hoppe, 1981: 30; Zalta, 2016), dan level pragmatik (pragmatics level) (Zalta, 2016). Lebih lanjut tentang ambiguitas tersebut, dapat dibaca pada buku Psikolinguistik Edukasional edisi kedua (terbit Februari 2017 halaman 152 – 158).
Sumber gb. pinterest