Idealnya manusia yang sehat dan humanis punya rasa malu. Secara natural manusia dibekali rasa malu karena khawatir salah, tidak diterima, atau takut melanggar aturan. Rasa malu ini berfungsi menjaga “harkat dan martabat” manusia sehingga selalu ada kontrol dalam setiap perkataan dan perbuatannya.
*** Malu terkait budaya dan keyakinan. Penjaganya disebut urat malu. Malu dan urat malu adalah selaras sekeping. Jika urat malu masih kuat, orang akan menghentikan perbuatan yang dilakukan dan meminta maaf kepada yang terlibat di dalamnya. Apabila urat malu mulai kendor, orang akan menutupi perbuatannya tetapi masih melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Jika urat malu sudah putus, orang akan membuka perbuatannya dan melakukan pengesahan, bahkan menyebarkannya.
Urat malu memiliki 3 level, yakni malu di level kepala, malu di level badan-perut dan sekitarnya, serta malu level ruh-iman. Malu dan iman ada dalam 1 ikatan. Bila ikatan malu terlepas, otomatis iman pun akan terburai.
*** Malu level PERTAMA adalah malu yang timbul dari berpikir, melihat, mendengar, merasa, dan berbicara. Orang yang punya malu pada level ini, akan menghindari diri dari melihat dan mendengar hal buruk, menghindari berpikir buruk, serta menjauhi perkataan buruk yang berpotensi memalukan diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, orang yang putus urat malu level ini akan terus menerus berprasangka buruk, iri, dengki, dan marah. Mereka tidak segan-segan mencaci, memaki, menghardik, mengeluarkan kata-kata kotor, merendahkan orang lain, melabeli orang lain dengan binatang, kotoran, dan profesi rendah. Penistaan dan penghinaan adalah juga contoh putusnya urat malu level ini.
*** Malu level KEDUA adalah malu terkait perbuatan fisik, tangan, kaki, perut, dan “alat kemaluan”. Apabila urat malu level ini terbuka, maka orang akan makan dan minum apa saja (tanpa kenal halal-haram), berbuat apa saja (bahkan membuka area “kemaluan”) sehingga tdk ada lagi badan fisik yang ditutupi. Perbuatan level ini berbahaya karena menimbulkan ketagihan, apalagi jika didukung keyakinan, pembelaan, dan pembenaran diri. “Lebih mulia begini daripada munafik” adalah contoh pembelaan akibat terbukanya urat malu level 2.
*** Urat malu level KETIGA adalah urat malu terakhir -level ruh dan iman. Urat malu ini berupa rasa malu hakiki, intrapersonal-eksistensial, dan muncul ketika seseorang berdialog dengan diri sendiri. Dalam bentuk yang lebih khas, malu level ini ditandai dengan “rasa malu” terhadap Allah, Tuhan, atau zat suci dari kepercayaan yang dianut. Benang merahnya, agama mengajarkan “pertemuan setelah mati”. Urat malu ini adalah pertahanan terakhir. Apabila urat malu ini terbuka, maka tidak ada hal apa pun yang mampu mencegah perbuatan buruk seseorang. Dengan enteng dan tanpa sadar, orang akan TEGA melakukan perbuatan apa pun tanpa kontrol, bahkan perbuatan ngeri-keji yang tidak terjangkau hati nurani orang sehat. Orang-orang dengan kerusakan urat malu ini, tidak mempan nasihat, tidak mempercayai hari pembalasan, dan menggunakan hukum rimba. Soal kepribadian, pasti tidak sehat.
*** Berhati-hatilah. Luangkan waktu meski hanya sejenak memeriksa klep dari urat malu sendiri. Penipu dan penjahat yang mengaku beriman, yang mencampur perbuatan baik dan buruk untuk mencapai tujuan buruk, mengumbar urat malu dengan dalih kebaikan, adalah contoh-contoh perbuatan tanpa urat malu yang kompleks. Tiada manusia yang sempurna, tapi manusia tanpa urat malu lebih buruk daripada hewan yang berpakaian. ##
** Sumber gambar: planet.su. **