Tadkiroatun Musfiroh
Di mana kita bisa mengintip akhir perjalanan
Di mana kita bisa mengintai awal keabadian
Di mana kita bisa menerawang akhir kehidupan
Lihatlah pada kabar setiap kematian
Ingatlah bagaimana Michael Jackson habis oleh media,
Tiada bagus tersisa dari laku dan tabiatnya
Tapi… saat maut menjemput
Kotak pandora beku mati suri
Bumi bertabur bunga
Tanah basah oleh linangan air mata
Teriakan histeria terekan di dinding-dinding duka
Kesaksian teguh kawan setia
Testimoni indah dari sang pencinta
Alam menggelap, mendung mengantung
Menajamkan duka yang begitu menganga
Kita yang hidup dari gosip dan isu
Hanya tahu sisi hitam orang lain
Sisi-sisi gelap yang mengiris harkat diri
Kabar miring yang benar pun tak tahu pasti
Kita yang begitu lantang berbicara moral
Lebih memilih diam daripada menyapa
Lebih memilih mencela daripada menghargai
Lebih memilih menghakimi daripada memahami
Lebih memilih dendam daripada mencinta
Lebih memilih menyentak daripada menyimak
Lebih memilih menghukum daripada memaafkan
Lebih memilih menang daripada berbagi
Kini kita bisa mengintip lagi
Kabar keabadian sejati
Lewat dzikir untuk Gus Dur di tujuh hari
Nyanyi sunyi hingga gelegar alam rohani
Di sini tak ada yang bisa bersembunyi
Jika kita mengintip, akhir kehidupan
Kita jadi tahu, makna berbagi dan menyayangi
Arti memahami dan tegak dalam goncangan
Bukan kaku kebenaran yang berakhir di ujung pelor mati
Jika kita mengintip, akhir perjalanan
Kita takut bertanya,
”Bila kita mati, siapa yang akan menangisi?”
Plosokuning, 4 Januari 2009